Kamis, 29 Januari 2015

SIM (Surat Ijin Melas)

Awalnya,  saya mau emosi dengan apa yang saya alami, tapi ya sudahlah..

Hari ini untuk ke empat kalinya, saya ke Polres untuk mengurus SIM. 
Sudah hampir 14 tahun, saya memakai sepeda motor roda tiga tapi belum mempunyai SIM.

 Dulu dengan motor saya yang pertama (mau sombong saja sudah berganti motor beberapa kali hehehe), saya mencari SIM. Tapi seperti benang kusut yang tidak terurai saya di pingpong sana sini oleh para sahabat masyarakat dan tidak berujung. Akhirnya saya nyerah, tidak nyari lagi. Eman - eman hati saya kalau harus emosi.
Liburan ini saya tiba2 berkeinginan untuk mempunyai SIM. Bukankah warga negara yang baik harus taat peraturan? Nah bersama bapak, bertanyalah kami ke Polres. Katanya untuk difabel ada SIM khusus yaitu SIM D. Langkah pertama yang harus saya lakukan adalah mendapatkan surat keterangan dokter dan ini HARUS didapatkan di RS Bayangkara kalasan.
Jauh bos, dari kampung ke sana. Tapi demi SIM idaman saya berangkat, saya berpikir mungkin akan ada pemeriksaan khusus.Esok harinya kami berangkat ke RS yang dimaksud. Sampai di sana dokternya malah bingung kok jauh - jauh nyari surat dokternya (nah lohh). Saat itu juga tanpa harus repot nungging telentang koprol, saya langsung dikasih surat dokternya.
Setelah dapat surat dokter langsung menuju ke Polres. Ngantri sampai jam 5 sore. Pada saat giliran saya, saya diminta untuk datang lagi karena ada salah melingkari pilihan SIM. Ya sudah saya pulang.
Karena setelah liburan banyak hal yang harus dilakukan, baru seminggu yang lalu saya datang lagi ke Polres. Saya diterima dengan sangat baik. Basa - basi sebentar kemudian di foto (nyesel banget ketika foto tidak senyum 3 jari). Setelah itu tes tertulis.
Selesai tes tertulis saya diminta ke Polres lama untuk ujian praktek. Sampai disana ada teman - teman difabel yang juga sedang mencari SIM. Ternyata mereka sedang ada pembuatan SIM kolektif.
Motor yang saya pakai dilihat oelh para penge-tes. Belum juga tes muter - muter, atau ngerem - ngerem, saya diminta datang seminggu kemudian karena di atas roda ketiga belum ada lampu (agak susah membayangkan ya? maap). Tes akan dilakukan kalau sudah ada lampunya hmmm.. saya sudah mulai emosi..

Pulang kerumah tanpa babibu bapak langsung bawa motor ke bengkel untuk dipasang lampu. Mungkin tindakan bapak ini tersulut karena nada bicara saya yang sudah mulai emosi, sehingga dengan memasang lampu itu bapak seperti ingin berkata "santai dek, turuti wae kekarepane.. " (mulai dramak).

Hari ini tadi dengan lampu yang sudah bertengger di atas atas roda (seperti bisul diatas mata) saya datang ke Polres. Sampai di sana nunggu sekitar 45 menit. Saya tidak sendiri, teman - teman difabel yang bertemu sebelumnya juga datang lagi. Bapak sahabat masyarakat yang menguji juga sama dengan sebelumnya. kami kemudian di berikan penjelasan tentang tes yang harus kami lakukan.
Halooooo soal lampu diatas roda tidak ditanya sama sekaleeeeeee.....

Disela rintik - rintik hujan yang mulai membasahi bumi (apa sih) kami melakukan tes. Sekitar jam 11 ujian selesai. Saya berharap yang terdengar kemudian adalah  kata - kata , "sekarang kita mengambil SIM". ternyata tidak, yang keluar adalah kata - kata "hari ini selesai, hari sabtu minggu depan datang lagi.. ".. Dueeerrrrrr langsung darah sampai ke ubun - ubun..

Maaf Bapak - bapak yang budiman. Saya ingin menjadi warga negara yang baik. Tapi saya bukan warga negara yang selo. Tidak usah kaget ketika mendengar saya kuliah. Tidak usah berpikir saya kuliah dimana, kok saya tinggal di asrama dan tidak membawa handphone. Sekarang saya sudah males je. Toh bertahun - tahun saya juga bisa sabar tidak punya SIM, jadi nggih sampun. Saya akan datang untuk hal - hal yang pasti saja. Pasti mengambil SIM misalnya hehehe...
Saya tidak menyalahkan njenengan, saya cuma emosi dengan prosedur yang repot seperti kalau saya susah buang air besar.
Padahal kalau tadi sudah dapat SIM, saya itu mau potong rambut trus selfie sambil bawa SIMnya lho.

Berbahagialah anda yang tidak repot bikin SIM, jujur kalau bisa nembak saya mending nembak saja. Toh saya yakin bapak simbok saya pasti mau mbayari anaknya yang ganteng ini. Tapi karena dulu tidak bisa , saya mencoba jalur yang benar. Hasilnya, saya harus saingan sama setrika, bolak - balik.
 Jadi pemirsa, maafkan saya kalau pada akhirnya saya tidak menjadi warga negara yang baik karena tidak mempunyai Surat Ijin Mengemudi. Saya Males kalau harus bersikap Melas .....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar